Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian dengan sia-sia dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha tinggi Allah Raja Yang Maha benar. Tiada sesembahan -yang benar- kecuali Dia, Rabb Yang memiliki Arsy yang mulia.” (QS. al-Mu’minun: 115-116)
Ayat yang mulia ini mengandung pelajaran penting, di antaranya:
- Sesungguhnya manusia diciptakan bukan tanpa tujuan atau sekedar untuk bermain-main saja dan demi kesia-siaan. Manusia tidak seperti binatang yang tidak mendapatkan pahala atau hukuman. Akan tetapi Allah menciptakan manusia agar beribadah dan menegakkan perintah-perintah-Nya (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [3/272] cet. Dar al-Fikr). Sebagaimana telah Allah tegaskan dalam ayat lain (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Sedangkan ibadah itu dibangun di atas dua prinsip pokok yaitu kesempurnaan rasa cinta dan kesempurnaan perendahan diri. Ibadah mencakup segala perkara yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan ataupun perbuatan, yang tampak ataupun yang tersembunyi (lihat Syarh al-Jami’ li ‘Ibadatillahi wahdah, hal. 18 dalam bentuk pdf). Dalam istilah syari’at, ibadah bisa juga dimaknai sebagai pelaksanaan terhadap perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan dilandasi rasa cinta, harap, dan takut (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 13 dalam bentuk pdf)
- Wajibnya mengimani adanya hari akhir, yaitu kembalinya manusia ke kampung akherat (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [3/272] cet. Dar al-Fikr).
- Allah tersucikan dari perbuatan sia-sia, di antara contohnya adalah tidak mungkin Allah menciptakan manusia ini tanpa ada tujuan dan hikmahnya (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [3/272] cet. Dar al-Fikr).
- Barangsiapa yang mengira bahwa Allah menciptakan alam semesta ini untuk kesia-siaan maka secara tidak langsung dia telah mencela kesempurnaan kekuasaan Allah atas kerajaan-Nya, sehingga Allah tidak kuasa untuk memberikan perintah dan larangan untuk makhluk-Nya. Dan orang yang beranggapan semacam itu tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan mereka -orang-orang musyrik- itu tidaklah mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan apapun kepada umat manusia.” (QS. al-An’am: 91) (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [4/325] dalam bentuk pdf)
- Anggapan bahwa alam semesta ini ada demi sebuah kesia-siaan adalah anggapan yang muncul dari orang-orang kafir. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat (yang artinya), “Tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya ini untuk kesia-siaan. Itu adalah persangkaan orang-orang kafir saja, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk ke dalam neraka.” (QS. Shaad: 27) (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [4/326] dalam bentuk pdf). Dan ini merupakan bentuk buruk sangka (su’u zhan) mereka kepada Rabbul ‘alamin (lihat adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [4/327] dalam bentuk pdf)
- Ayat yang agung ini juga mengandung bantahan bagi paham hedonisme; yaitu pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3 hal. 394)
- Ayat yang agung ini juga mengandung bantahan bagi paham nihilisme; yaitu paham aliran filsafat sosial yang tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, kemanusiaan, keindahan, dsb, juga segala bentuk kekuasaan pemerintahan, -menurut paham ini- semua orang berhak mengikuti kemauannya sendiri (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3 hal. 782)